Setia Sepanjang Usia

Disebuah rumah sederhana yang asri tinggal sepasang suami istri yang sudah memasuki usia senja. Pasangan ini dikaruniai dua orang anak yang telah dewasa dan memiliki kehidupan sendiri yang mapan.
Sang suami merupakan seorang pensiunan sedangkan istrinya seorang ibu rumah tangga.Suami istri ini lebih memilih untuk tetap tinggal dirumah mereka menolak ketika putra-putri mereka menawarkan untuk ikut pindah bersama mereka.
Jadilah mereka, sepasang suami istri yang hampir renta itu menghabiskan waktu mereka yang tersisa dirumah yang telah menjadi saksi berjuta peristiwa dalam keluarga itu.
Suatu senja ba’da Isya disebuah mesjid tak jauh dari rumah mereka, sang istri tidak menemukan sandal yang tadi dikenakannya kemesjid tadi.
Saat sibuk mencari, suaminya datang menghampiri
“Kenapa Bu?”
Istrinya menoleh sambil menjawab “Sandal Ibu tidak ketemu Pa”.
“Ya udah pakai ini saja” kata suaminya sambil menyodorkan sandal yang dipakainya. walau agak ragu sang istri tetap memakai sandal itu dengan berat hati.
Menuruti perkataan suaminya adalah kebiasaannya.Jarang sekali ia membantah apa yang dikatakan oleh sang suami.
Mengerti kegundahan istrinya, sang suami mengeratkan genggaman pada tangan istrinya.
“Bagaimanapun usahaku untuk berterimakasih pada kaki istriku yang telah menopang hidupku selama puluhan tahun itu, takkan pernah setimpal terhadap apa yang telah dilakukannya.
Kaki yang selalu berlari kecil membukakan pintu untuk-ku saat aku pulang,
kaki yang telah mengantar anak-anakku ke sekolah tanpa kenal lelah, serta kaki yang menyusuri berbagai tempat mencari berbagai kebutuhanku dan anak-anakku”.
Sang istri memandang suaminya sambil tersenyum dengan tulus dan merekapun mengarahkan langkah menuju rumah tempat bahagia bersama….
Karena usia yang telah lanjut dan penyakit diabetes yang dideritanya, sang istri mulai mangalami gangguan penglihatan. Saat ia kesulitan merapikan kukunya, sang suami dengan lembut mengambil gunting kuku dari tangan istrinya.
Jari-jari yang mulai keriput itu dalam genggamannya mulai dirapikan dan
setelah selesai sang suami mencium jari-jari itu dengan lembut dan bergumam
“Terimakasih ya, Bu ”.
“Tidak, Ibu yang terimakasih sama Bapa, telah membantu memotong kuku Ibu” tukas sang istri tersipu malu.
“Terimakasih untuk semua pekerjaan luar biasa yang belum tentu sanggup aku lakukan. Aku takjub betapa luar biasanya Ibu. Aku tau semua takkan terbalas sampai kapanpun” kata suaminya tulus.
Dua titik bening menggantung disudut mata sang istri “Bapak kok bicara begitu?
Ibu senang atas semuanya Pa, apa yang telah kita lalui bersama adalah luar biasa.
Ibu selalu bersyukur atas semua yang dilimpahkan pada keluarga kita, baik ataupun buruk. Semuanya dapat kita hadapi bersama.”
Hari Jum’at yang cerah setelah beberapa hari hujan. Siang itu sang suami bersiap hendak menunaikan ibadah Shalat Jum’at,
Setelah berpamitan pada sang istri, ia menoleh sekali lagi pada sang istri menatap tepat pada matanya sebelum akhirnya melangkah pergi.
Tak ada tanda yang tak biasa di mata dan perasaan sang istri hingga saat beberapa orang mengetuk pintu membawa kabar yang tak pernah diduganya.
Ternyata siang itu sang suami tercinta telah menyelesaikan perjalanannya di dunia.
Ia telah pulang menghadap sang penciptanya ketika sedang menjalankan ibadah Shalat Jum’at, tepatnya saat duduk membaca Tahyat terakhir.
Masih dalam posisi duduk sempurna dengan telunjuk kearah Kiblat, ia menghadap Yang Maha Kuasa.
“Subhanallah sungguh akhir perjalanan yang indah” gumam para jama’ah setelah menyadari kalau dia telah tiada.
Sang istri terbayang tatapan terakhir suaminya saat mau berangkat kemesjid.
Terselip tanya dalam hatinya, mungkinkah itu sebagai tanda perpisahan pengganti ucapan selamat tinggal.
Ataukah suaminya khawatir meninggalkannya sendiri didunia ini. Ada gundah menggelayut dihati sang istri. Walau masih ada anak-anak yang akan mengurusnya,
Tapi kehilangan suami yang telah didampinginya selama puluhan tahun cukup membuatnya terguncang. Namun ia tidak mengurangi sedikitpun keikhlasan dihatinya yang bisa menghambat perjalanan sang suami menghadap Sang Khalik.
Dalam do’a dia selalu memohon kekuatan agar dapat bertahan dan juga memohon agar suaminya ditempatkan pada tempat yang layak.
Tak lama setelah kepergian suaminya, sang istri bermimpi bertemu dengan suaminya.
Dengan wajah yang cerah sang suami menghampiri istrinya dan menyisir rambut sang istri dengan lembut. “Apa yang Bapak lakukan?’ tanya istrinya senang bercampur bingung.
“Ibu harus kelihatan cantik, kita akan melakukan perjalanan panjang. Bapak tidak bisa tanpa Ibu, bahkan setelah kehidupan didunia berakhir,Bapak selalu butuh Ibu. Saat disuruh memilih pendamping Bapak bingung, kemudian bilang pendampingnya tertinggal,
Bapakpun mohon izin untuk menjemput Ibu.”
Istrinya menangis sebelum akhirnya berkata “Ibu ikhlas Bapak pergi, tapi Ibu juga tidak bisa bohong kalau Ibu takut sekali tinggal sendiri.. Kalau ada kesempatan mendampingi Bapak sekali lagi dan untuk selamanya tentu saja tidak akan Ibu sia-siakan."
Sang istri mengakhiri tangisannya dan menggantinya dengan senyuman.....
Senyuman indah dalam tidur panjang selamanya.....

Keluarga Lumpuh

Bayangkan kalau semua anak Anda menderita lumpuh. Tentu, Anda akan sangat bingung dengan masa depan mereka. Di Purwakarta, ada seorang ibu yang bukan hanya empat anaknya yang lumpuh. Melainkan juga, suami yang menjadi tulang punggung keluarga. Allahu Akbar.
Hal itulah yang kini dialami seorang ibu usia 70 tahun. Namanya Atikah. Di rumahnya yang sederhana, ia dan keluarga lebih banyak berbaring daripada beraktivitas layaknya keluarga besar.
Mak Atikah bersyukur bisa menikah dengan seorang suami yang alhamdulillah baik dan rajin. Walau hanya sebagai pencari rumput, Mak Atikah begitu menghargai pekerjaan yang dilakoni suaminya. Bahkan, tidak jarang, ia membantu sang suami ikut mencari rumput.
Beberapa bulan setelah menikah, tepatnya di tahun 1957, Allah mengaruniai Mak Atikah dengan seorang putera. Ia dan suami begitu bahagia. Ia kasih nama sang putera tercinta dengan nama Entang.
Awalnya, Entang tumbuh normal. Biasa-biasa saja layaknya anak-anak lain. Baru terasa beda ketika anak sulung itu berusia 10 tahun.
Waktu itu, Entang sakit panas. Bagi Mak Atikah dan suami, anak sakit panas sudah menjadi hal biasa. Apalagi tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari pelayanan medis. Entang pun dibiarkan sakit panas tanpa obat.
Panas yang diderita sang anak ternyata kian hebat. Tiba-tiba, Entang merasakan kalau kakinya tidak bisa digerakkan. Setelah dicoba beberapa kali, kaki Entang memang benar-benar lumpuh.
Musibah ini ternyata tidak berhenti hanya di si sulung. Tiga adik Entang pun punya gejala sakit yang sama dengan sang kakak. Dan semuanya sakit di usia SD atau kira-kira antara 7 sampai 10 tahun. Satu per satu, anak-anak Mak Atikah menderita lumpuh.
Usut punya usut, ternyata anak-anak yang tinggal di Desa Cileunca, Kecamatan Bojong, Purwakarta itu sebagian besar terserang penyakit polio. Tapi, semuanya sudah serba terlambat. Lagi pula, apa yang bisa dilakukan Mak Atikah dengan suami yang hanya seorang pencari rumput.
Sejak itu, Mak Atikah mengurus empat anaknya sekaligus seorang diri. Dengan sarana hidup yang begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan, keluarga ini mengarungi hidup puluhan tahun dengan kesibukan anak-anak yang lumpuh.
Ujian Allah buat Mak Atikah ternyata tidak berhenti sampai di situ. Di tahun 90-an, giliran suami Bu Atikah yang mengalami musibah. Saat mencari rumput, Pak Didin terjatuh. Orang-orang sekitar pun menggotong Pak Didin pulang. Dan sejak itu, Pak Didin tidak bisa lagi menggerakkan kaki dan tangannya. Ia cuma bisa berbaring.
Lalu, bagaimana dengan pemasukan keluarga kalau sang suami tidak lagi bisa berkerja. Bu Atikah pun tidak mau diam. Kalau selama ini ia hanya bisa mengurus anak-anak di rumah, sejak itu, ibu yang waktu itu berusia hampir enam puluh tahun pun menggantikan sang suami dengan pekerjaan yang sama. Di usianya yang begitu lanjut, Bu Atikah mengais rezeki dengan mencari rumput.
Sehari-hari, ia berangkat pagi menuju tanah-tanah kosong yang dipenuhi rumput. Ia kumpulkan rumput-rumput itu dengan sebilah arit, kemudian dibawa ke pemesan. Tidak sampai sepuluh ribu rupiah ia kumpulkan per hari dari mencari rumput. Dan itu, ia gunakan untuk mengepulkan asap dapur rumahnya. Hanya sekadar menyambung hidup.
Di bulan Mei tahun ini, sang suami yang hanya bisa berbaring dipanggil Allah untuk selamanya. Kini, tinggal Mak Atikah yang mengurus keempat anaknya yang tidak juga sembuh dari lumpuh.
Allah menguji hambaNya dengan sesuatu yang mungkin sulit untuk dicerna pikiran orang lain. Subhanallah.



Jadi malu setelah membaca kisah diatas,,, kita yg berkecukupan masih aja kurang, kita serba ada masih saja mengeluh, kita dikaruniai banyak rizki malah tidak bersyukur...
Ya Allah ampuni hambamu ini....

Sedekah Ngutang

Sebuah mushalla rencananya hendak dibangun di sebuah perumahan di daerah Cibinong, Bogor. Malam itu awal bulan Sya'ban beberapa tahun yang lalu para penghuni perumahan bertekad ingin menjalani shalat Tarawih bersama di mushalla yang akan mereka bikin. Semua warga dikomandani pak RT tengah bermusyawarah. Satu kata bulat, "Kita harus punya mushalla saat bulan puasa tahun ini menjelang!"

Itulah cita-cita mulia mereka semua. Dan masing-masing mereka berinfaq dan berwakaf di jalan Allah dengan harta terbaik yang mereka miliki.
Terdengar suara pak RT menanyakan satu per satu warga yang hadir, "Pak anu mau nyumbang berapa..., bapak fulan mau sedekah berapa....?" Lalu setiap warga yang hadir dengan antusias menjawab dengan harta yang hendak mereka sumbangkan.
Ada yang berinfak dalam ratusan ribu rupiah, juga ada yang berinfak dalam jutaan rupiah. Sebagian mereka ada juga yang memberikan dalam bentuk material bangunan.
Semua mereka seolah berlomba memberikan harta terbaik yang mereka miliki untuk membangun rumah Allah Swt.

Semua terlihat begitu antusias untuk membangun mushalla di lingkungan mereka dalam tempo kurang dari sebulan.

Malam itu juga ada seseorang yang bernama Arif yang berkomitmen untuk menyumbang seluruh lantai keramik yang diperlukan mushalla. Itulah yang ia janjikan kepada pak RT dan seluruh peserta rapat. Sengaja ia menyumbang lantai keramik, sebab ia beranggapan bahwa setiap orang akan menggunakannya untuk berdiri dan sujud oleh karena itu akan mendapat pahala yang lebih banyak dari material bangunan lainnya. Setidaknya itulah anggapannya!

"Saya insya Allah mau menyumbang semua lantai keramik yang diperlukan mushalla ini!" seru Arif. "Apakah semua lantai keramik atau sebagiannya saja, pak Arif?" tanya ketua RT menegaskan. "Semuanya insya Allah, pak!" tandas Arif.

Arif tidak khawatir untuk menutupi sumbangan seluruh lantai keramik mushalla. Di benaknya esok pagi ia akan meminta orang tuanya, neneknya, sepupu, paman, bibi dan seluruh saudaranya untuk turut menyumbang. "Insya Allah bila dijinjing ramai-ramai, tidak akan ada beban yang berat!" gumamnya.

Benar juga... begitu Arif menghubungi seluruh kerabatnya, mereka semua bersedia turut menyumbang pembelian lantai keramik mushalla. Hati Arif pun tenang. Ia senang telah bisa menyumbang dan lebih senangnya lagi ia dapat mengajak keluarganya untuk melakukan kebaikan di jalan agama ini.

***

Bulan Ramadhan 7 hari lagi akan menjelang. Bangunan mushalla atas izin Allah sudah rampung kurang lebih 65%. Namun untuk bisa dipakai shalat, setidaknya harus sudah berlantai hingga orang-orang akan merasa nyaman saat berdiri dan sujud. Maka malam itu adalah rapat kesekian kalinya digelar ketua RT bersama panitia pembangunan mushalla. Dalam rapat itu, Arif ditanya tentang kapan lantai bisa dikirimkan ke mushalla. Dengan tenang ia berujar, "Paling lambat lusa, saya akan kirim lantai tersebut!"

Namun apa yang terjadi saat ia menghubungi satu per satu keluarga yang sudah berjanji untuk menyumbang. Sungguh aneh, semua keluarga yang berjanji sepertinya amat kompak dalam satu alasan. Mereka semua BOKEK, alias lagi gak punya uang!
"Celaka...!" keluh Arif. Padahal ia sendiri pun sedang tidak punya duit. Bagaimana ia bisa memberi jawaban atas hal ini kepada warga lingkungannya. Padahal Ramadhan akan tiba sebentar lagi. Tidak ada uang yang bisa ia gunakan untuk membeli keramik, namun ada beberapa kartu kredit di dompetnya yang dapat ia gunakan. Saat hendak menggunakannya terbersit di benaknya wajah angker sang istri berkata mengancam, "Awas ya kalau kamu berani pakai kartu kredit lagi. Aku akan minta cerai!!!'

Ya, Arif meski bekerja di sebuah bank swasta namun ia adalah orang yang susah menjaga syahwat dalam penggunaan kartu kredit. Sering kali rumahnya disatroni debt-collector tak bermoral yang bicara kasar bahkan mengancam di rumahnya. Istri dan anak-anak Arif sudah tidak kuat dengan teror para debt-collector. Karena itu ia pernah diancam oleh sang istri dengan ultimatum tuntutan cerai.
Kini Arif berada di dua ujung tanduk. Antara membeli keramik mushalla dengan kartu kredit & ancaman cerai dari sang istri. Setelah menimbang sebaik mungkin, ia bulatkan tekad untuk membeli lantai keramik. "Urusan masalah kartu kredit, itu urusan nanti!" gumamnya. Lalu ia pun pergi ke kawasan Percetakan Negara, Jakarta untuk memilih lantai keramik yang cocok. Usai ia memilih lantai keramik, ia pun menggesek kartu kreditnya dengan total tagihan Rp. 2,8 juta. Tak lupa ia mengucap bismillah. Maka Arif kini bersedekah lantai keramik di jalan Allah meski dengan cara berutang lewat kartu kredit.

***

Jelang Ramadhan pun ada agenda keluarga yang sudah dirancang oleh Arif. Ia ingin tahun ini dapat mudik ke kampung halaman dengan berkendara mobil. Hari itu ia memberanikan diri datang ke manager SDM tempatnya bekerja sambil berkata dengan penuh semangat, "Pak boleh gak saya mengajukan permohonan kredit mobil?!" Sayangnya, Arif mengajukan permohonan itu pada momen yang tidak tepat. Awal Ramadhan itu di perusahaannya sedang ada rasionalisasi pegawai besar-besaran. Sebuah langkah yang amat pahit dialami oleh tim SDM, sebab dari atas mereka mendapat tekanan. Sedangkan dari para pegawai di bawah mereka mendapat kecaman. Dalam kondisi tim SDM sedang pusing, Arif malah mengajukan kredit mobil. Dengan sengit manajer SDM itu berkata, "Tidak ada fasilitas seperti itu saat ini. Anda tidak paham ya bahwa kami sedang amat sibuk?!"

Mendapat tanggapan seperti itu, maka Arif pun beringsut.

Namun mungkin ini adalah balasan Allah Swt setelah sedekah lantai keramik itu sudah digunakan oleh warga perumahan untuk lebih dari seminggu.

Siang itu usai shalat Zhuhur dan mendengarkan kuliah agama di mushalla kantor, Arif kembali masuk ke ruang kerja. Pesawat telpon di mejanya berdering. Ternyata di sana adalah suara manager SDM yang memintanya datang segera.

Arif pun datang. Sesampainya di ruangan manager SDM ia disuruh menunggu di ruangan meeting. Sampai saat itu Arif belum tahu ada pasal apa manager SDM memanggilnya. Arif berprasangka buruk, "Mungkinkah aku termasuk karyawan yang akan dirumahkan?" lamunnya.

Lama ia menunggu hingga akhirnya sang manajer SDM datang ke ruang meeting. Di tangannya ada sebuah folder berisikan banyak berkas. Folder itu dibanting di atas meja, dan Arif terkejut mendengar folder itu dibanting.

Sang manajer SDM itu kini sudah duduk berseberangan dari Arif. Ia membuka berkas yang ada di dalam folder lalu ia dapatkan secarik kertas yang bentuknya seperti kertas cheque.

Dengan cara yang tidak sopan, selembar kertas kecil itu dilemparkan ke arah Arif dan ia pun menangkapnya. "Surat apa ini, Pak?!" tanya Arif. Dibenaknya ia masih menduga bahwa ia bakal di-PHK dan ini adalah surat pemberitahuannya.

"Baca saja dan jangan banyak tanya!" bentak manajer SDM.

Arif membaca selembar kertas itu yang ternyata adalah sebuah voucher pembelian sebuah mobil. Di dalamnya terdapat nama lengkap Arif, nomor induk kepegawaiannya dan sebuah nominal sebesar Rp 60 juta. Voucher pembelian mobil itu ditandatangani oleh
Direktur Operasional.

Usai membaca barulah Arif mengerti bahwa kertas itu ada sebuah persetujuan direktur operasional atas fasilitas kredit mobil untuk dirinya. Namun hal yang tidak ia mengerti adalah mengapa sikap manajer SDM menjadi garang seperti ini?

"Saya paling tidak suka bila pak Arif main belakang seperti ini...!!! Saya khan sudah bilang kepada bapak bahwa perusahaan tidak menyediakan fasilitas mobil untuk karyawan dalam masa-masa seperti ini, lalu kenapa bapak bicara langsung kepada direktur operasional...? Itu sama saja mencoreng reputasi saya!!!"

Arif hanya terdiam mendengar celotehan sang manajer. Rasanya ia belum pernah menceritakan hal ini kepada siapapun selain kepada manajer SDM, apalagi sampai menghadap direktur. Namun ia gembira dalam hati sebab ia membayangkan bahwa lebaran ini ia dapat mudik ke kampung bersama keluarga dengan mobil baru. Terserah manajer SDM apakah dia mau marah atau tidak yang penting Arif sudah mendapatkan voucher pembelian mobil di tangannya.

***

Sore itu Arif pulang menuju rumahnya di Cibinong dengan hati penuh kegembiraan. Sesampainya di rumah kira-kira pukul setengah enam sore. Ia bernyanyi riang dan terus bernyanyi. Ia tidak masuk ke kamar untuk berganti pakaian namun bahkan ia duduk-duduk di ruang tamu. Ada gelagat yang tidak biasa sepertinya pada diri Arif, hingga istrinya pun menanyakan ada apa gerangan.

Arif masih terus bernyanyi gembira sambil mengeluarkan dari tas kerja secarik kertas voucher pembelian mobil itu lalu ia letakkan di atas meja.
"Apa itu, Pa?" tanya sang istri. "Baca saja sendiri!" tukas Arif sambil terus bernyanyi. Istrinya pun membaca voucher itu. Namun tidak seperti dugaan Arif, sang istri tidak terlihat gembira membacanya. Bahkan sang istri pergi ke arah lemari dan mengambil secarik kertas.

Bila tadi Arif meletakkan secarik kertas di atas meja. Kini sang istri pun melatakkan secarik kertas pula di atas meja. "Apa itu, Ma?!" Arif balik bertanya. Sang istri menukas dengan ketus, "Baca saja sendiri!!!"

Ternyata itu adalah surat tagihan penggunaan kartu kredit. "Celaka!" gumam Arif. Akhirnya dia ketahuan oleh sang istri telah menggunakan kartu kredit untuk pembelian lantai mushalla. Ia amat takut sekali bila sang istri menuntut cerai.
"Ayo cepat buka...!" sang istri berkata dengan suara meninggi. Arif hanya diam tak berkutik, sungguh ia amat merasa takut. Tidak sedikit pun gurat kebahagiaan tersisa di wajahnya.

Dengan perlahan ia buka amplop tagihan kartu kredit itu dan kemudian ia baca seluruh isi surat. Namun anehnya, ia tidak mendapati tagihan senilai Rp2,8 juta atas pembelian lantai keramik!!!

Seolah tidak percaya, ia ulangi membaca dan tetap saja ia tidak mendapatkan nilai tagihan atas lantai keramik!!!

"Subhanallah...., kok bisa gak ada ya?" Arif berteriak keheranan. Ia pun menelpon pihak bank dan lagi-lagi anehnya bank tidak membaca pada data mereka bahwa Arif melakukan transaksi sebesar Rp 2,8 juta.

***

Itulah kisah yang Arif sampaikan kepada saya bahwa ia telah menuai pertolongan Allah Swt untuk pembelian mobil, namun apa yang ia sumbangkan untuk rumah-Nya dengan cara berhutang rupanya tidak dianggap demikian oleh Allah Swt. Demikianlah sebuah kisah yang menakjubkan tentang pertolongan Allah Swt melalui sedekah. Tidakkah Anda meyakininya?

Booking Tempat di Neraka

Musim panas merupakan ujian yang cukup berat. Terutama bagi Muslimah, untuk tetap mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki multifungsi.

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari Kairo ke Alexandria; di sebuah mikrobus, ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan, berpakaian sangat minim, bahkan tipis dan tembus pandang. Semula dia tidak kebagian tempat duduk, akhirnya berdiri, dan "terlihat" oleh semua penumpang. Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang 'perhatian' kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial.

Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa pakaian yang dikenakannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya sendiri. Disamping itu, pakaian tersebut juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Orang tua itu bicara agak hati-hati, pelan-pelan, sebagaimana seorang bapak terhadap anaknya.

Apa respon perempuan muda tersebut? Rupanya dia tersinggung, lalu ia ekspresikan kemarahannya karena merasa hak privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang!

"Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Telpon Tuhan Anda! Tolong pesankan saya, tempat di neraka!"

Sebuah respon yang sangat frontal. Orang tua berjanggut itu hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain yang mendengar kemarahan si wanita ikut kaget, lalu terdiam.

Detik-detik berikutnya, suasana begitu senyap. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpi, tak terkecuali perempuan muda itu.

Lalu sampailah perjalanan di penghujung tujuan, di terminal terakhir mikrobus Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun, tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tidur, karena posisi tidurnya berada dekat pintu keluar.

"Bangunkan saja!" kata seorang penumpang.
"Iya, bangunkan saja!" teriak yang lainnya.

Gadis itu tetap bungkam, tiada bergeming.

Salah seorang mencoba penumpang lain yang tadi duduk di dekatnya mendekati si wanita, dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah. Namun, astaghfirullah! Apakah yang terjadi? Perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi. Ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan neraka!

Kontan seisi mikrobus berucap istighfar, kalimat tauhid serta menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk di sampingnya. Ada pula yang histeris meneriakkan Allahu Akbar dengan linangan air mata.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan.
Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya....
Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat...
Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk...
Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah...
Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya.
Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat dengan-NYA semakin dekat.

Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar...
mumpung kesempatan itu masih ada!

Apakah booking tempatnya terpenuhi di alam sana? Wallahu a'lam.

Shalat Shubuh di Masjid

Seorang lelaki telah bangun di awal pagi untuk solat subuh di Masjid . Dia berpakaian, berwudhu dan berjalan menuju ke masjid . Di tengah jalan menuju masjid , lelaki tadi terjatuh dan pakaiannya kotor.

Dia lantas bangkit, membersihkan bajunya dan pulang kembali ke rumah. Di rumah, dia berganti baju, berwudhu, dan, LAGI, berjalan menuju masjid.

Dalam perjalanan kembali ke masjid, dia terjatuh lagi di tempat yg sama! dia SEKALI LAGI bangkit, membersihkan dirinya dan kembali ke rumah. Di rumah dia sekali lagi, berganti baju, berwudhu dan berjalan menuju masjid.

Di tengah jalan menuju masjid, dia bertemu seorang lelaki yg memegang lampu, lalu dia bertanya siapakah gerangan lelaki tersebut. Lelaki itu menjawab “Saya melihat anda jatuh 2 kali di perjalanan menuju masjid, jadi saya bawakan lampu untuk menerangi jalan anda.” Lelaki pertama mengucapkan terima kasih dan mereka berdua berjalan ke masjid.

Saat sampai di masjid, lelaki pertama bertanya kepada lelaki yang membawa lampu untuk masuk dan solat subuh bersamanya. Lelaki kedua menolak. Lelaki pertama mengajak lagi hingga berkali-kali dan jawabannya sama. Lelaki pertama bertanya, kenapa menolak untuk masuk dan solat. Lelaki kedua menjawab “Aku adalah Syaitan”

Lelaki itu terkejut dengan jawaban lelaki kedua. Syaitan kemudian menjelaskan, “Saya melihat kamu berjalan ke masjid dan sayalah yg membuat kamu terjatuh. Ketika kamu pulang ke rumah, membersihkan badan dan kembali ke masjid, Allah memaafkan semua dosa-dosamu. Saya membuatmu jatuh kedua kalinya dan bahkan itupun tidak membuatmu merubah pikiran untuk tinggal dirumah saja, kamu tetap memutuskan untuk kembali ke masjid.

Karena hal itu, Allah memaafkan dosa-dosa seluruh anggota keluargamu. Saya khuatir jika saya membuat mu jatuh utk ketiga kalinya, jangan-jangan Allah akan memaafkan dosa-dosa seluruh penduduk desamu, jadi saya harus memastikan bahwa anda sampai di masjid dgn selamat.”

Jadi, jangan pernah biarkan Syaitan mendapatkan keuntungan dari setiap aksinya.

Jangan melepaskan sebuah niat baik yg hendak kamu lakukan karena kamu tidak pernah tahu ganjaran yg akan kamu dapatkan dari segala kesulitan yg kamu temui dalam usahamu utk melaksanakan niat baik tersebut..::.

Buat para Suami & calon Suami.....

Renungkanlah...Pernikahan atau perkawinan membuka tabir rahasia.....
Isteri yang kamu nikahi tidaklah semulia Khadijah,
tidaklah setaqwa Aisyah.....
pun tidak setabah Fatimah.....

Justru..
isterimu hanyalah wanita akhir zaman
yang punya cita-cita menjadi solehah
Pernikahan atau perkawinan mengajar kita kewajiban bersama.....
Isteri menjadi tanah kamu langit penaungnya,
Isteri ladang tanaman kamu pemagarnya,
Isteri kiasan ternakan kamu gembalanya,
Isteri adalah murid kamu mursyidnya,
Isteri bagaikan anak kecil kamu tempat bermanjanya,
Saat isteri menjadi madu kamu teguklah sepuasnya,
seketika isteri menjadi racun kamulah penawar bisanya,
seandainya isteri tulang yang bengkok berhati-hatilah
meluruskannya.....

Pernikahan atau perkawinan menginsafkan kita perlunya iman dan taqwa
Untuk belajar meniti sabar dan ridha kepada Allah swt.....

Kamu bukanlah Rasulullah saw?
Pun bukanlah Sayyidina Ali Karamallahhuwajhah
Cuma suami akhir zaman yang berusaha menjadi soleh.....

AMIN.....


Buat para Istri & calon Istri.....
Renungkanlah.....

Pernikahan atau perkawinan membuka tabir rahasia
Suami yang menikahi kamu tidaklah semulia Muhammad saw
Tidaklah setaqwa Ibrahim
Pun tidak setabah Ayyub atau pun
Segagah Musa.. apalagi setampan Yusuf
Justru suamimu hanyalah lelaki akhir zaman yang punya
cita-cita
membangun keturunan yang soleh.....

Pernikahan atau perkawinan mengajar kita kewajiban
bersama.....
Suami menjadi pelindung kamu penghuninya,
Suami adalah nahkoda kapal kamu pengemudinya,
Suami bagaikan pelakon yang nakal kamu adalah penonton
kenakalannya,
Saat suami menjadi raja kamu nikmati anggur singgasananya,
Seketika suami menjadi bisa kamulah penawar obatnya,
Seandainya suami bengis lagi lancang sabarlah
memperingatkannya,

Pernikahan ataupun perkawinan mengajarkan kita perlunya
iman dan taqwa,
untuk belajar meniti sabar dan ridha Allah swt.

Kamu bukanlah Khadijah yang begitu sempurna di dalam menjaga
pun bukanlah Hajar yang begitu setia dalam sengsara.....
Cuma wanita akhir zaman yang berusaha menjadi solehah,

AMIN.....

Semoga kisah di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.


Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu, dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!



Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Keajaiban Wanita

Alkisah, Tuhan memerlukan waktu yang cukup untuk menciptakan wanita. Padahal bisa saja Allah mengatakan “Kun, Fayakun”. Jadilah, maka jadi. Tetapi Allah Maha bijaksana, memberikan pelajaran dan pengajaran kepada manusia bahwa apapun yang hendak dibuat harus tersedia waktu yang cukup dan perlu proses.

Malaikat menghadap Allah dan bertanya: “Ya Allah, mengapa memerlukan waktu untuk menciptakan makhluk yang bernama wanita ini?”

Allah menjawab: “Apakah kamu memperhatikan seluruh keistimewaan dan seluruh sifat yang ada pada ciptaan-Ku ini? Ciptaan ini harus memiliki 200 organ yang selalu bergerak agar bisa menjalankan semua tugasnya. Ciptaan ini kelak harus mampu membuat enak segala macam makanan yang dihidangankan. Dia harus kuat mengandung anak dan sanggup melahirkan berkali-kali. Dia harus memberikan cinta yang bisa menyembuhkan sakit. Dia harus bisa melakukan segala sesuatu dengan kedua tangannya".

Malaikat terkejut dan berkata: “Hanya dengan dua tangan? Ini adalah hal yang mustahil!”

Allah terus melanjutkan ciptaan-Nya. Lalu kepada Malaikat , Allah berfirman:“Tunggulah sampai esok, Aku akan menyelesaikan semuanya. Tunggulah sebentar! Ciptaan ini akan segera selesai, Dia ini akan selalu dekat dengan Aku. Dia bisa menyembuhkan dirinya saat jatuh sakit. Dia bisa bekerja sepanjang hari dan malam.”

Malaikat mendekati wanita yang sudah tercipta dan memegangnya, lalu bertanya kepada Allah: “Tuhan, Engkau jadikan wanita ini sangat lembut!”

Allah menjawab: “Ya, Sesungguhnya dia sangat lembut, tetapi Aku jadikan dia sangat kuat. Kamu tidak bisa menggambarkan dimana kekuatannya, dia mampu menanggung beban dan menahan diri untuk bersabar.”

Malaikat bertanya: “Apakah dia bisa berfikir?”

Allah menjawab: “Tidak hanya berfikir, dia pandai mengambil hati dan pandai berbicara, dia bisa berdialog dan juga bisa berdebat.”

Malaikat memegang pipi wanita itu dan merasa asing, kemudian bertanya kepada Allah:“Tuhan mengapa pipinya ranum berkilau?”

Allah menjawab: “Itu bukan semata ranum dan berkilau. Disitu tersimpan airmata, dan disitu terletak banyak beban berat.”

Malaikat bertanya: “Mengapa mengalirkan airmata?”

Allah menjawab: “Airmata adalah satu-satunya cara untuk melepaskan beban. Mengalirnya airmata adalah cara untuk mengungkapkan kesedihan, ketidaksenangan, pengaduan, kekecewaan, cinta, kebencian, kerinduan kesendirian, kebahagiaan, dan segala macam rasa yang ada dalam dirinya”.

Subhanallah..!! wanita adalah Maha Karya Allah yang Maha Agung. Wanita adalah karya besar Allah yang maha indah dan menawan. Wanita adalah keajaiban dunia. Lebih ajaib dari keajaiban dunia yang anda kenal. Wanita satu bentuk beribu keajaiban yang menyertainya. Semua orang tahu wanita, tetapi tidak semua orang mengerti wanita. Wanita adalah sosok yang secara lahir mempesona, tetapi beribu misteri ada dalam dirinya. Wanita memang ajaib. Dan keajaibannya terlampau banyak untuk dituliskan.

1. Apakah anda setiap hari selalu shalat shubuh berjamaah di masjid ? (bagi ikhwan)

2. Apakah anda selalu menjaga shalat yang 5 waktu berjamaah di masjid ? (bagi ikhwan)

3. Apakah anda hari ini membaca Al-Qur’an?

4. Apakah anda rutin membaca dzikir setelah selesai melaksanakan shalat wajib?

5. Apakah anda selalu menjaga shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat wajib?

6. Apakah anda hari ini khusyu’ dalam shalat, menghayati apa yang anda baca?

7. Apakah anda hari ini mengingat mati dan kubur?

8. Apakah anda hari ini mengingat hari kiamat, segala peristiwa dan kedahsyatannya?

9. Apakah anda telah memohon kepada Allah sebanyak 3 kali agar dimasukkan ke dalam syurga?

10. Apakah anda telah meminta perlindungan kepada Allah sebanyak 3 kali agar diselamatkan dari api neraka? Karena: Barang siapa yang memohon syurga kepada Allah sebanyak 3 kali, Syurga berkata, Wahai Allah! Masukkanlah ia ke dalam syurga, dan barang siapa yang meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak 3 kali, Neraka berkata, Wahai Allah! Selamatkan ia dari api neraka. (Shahih Al-Jami’ No. 6151 Jilid 6)

11. Apakah anda hari ini membaca hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?

12. Apakah anda pernah berfikir untuk menjauhi teman-teman yang tidak baik?

13. Apakah anda telah berusaha untuk menghindari banyak tertawa dan bergurau?

14. Apakah anda hari ini menangis karena takut kepada Allah?

15. Apakah anda selalu membaca dzikir pagi dan sore hari?

16. Apakah anda hari ini telah memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah anda perbuat?

17. Apakah anda telah memohon kepada Allah dengan benar untuk mati syahid? Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa yang memohon kepada Allah dengan benar untuk mati syahid, maka Allah akan memberikan kedudukan sebagai syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidurnya. (HR. Muslim)

18. Apakah anda telah berdo’a kepada Allah agar Ia menetapkan hati anda di atas agama-Nya?

19. Apakah anda telah mengambil kesempatan untuk berdo’a kepada Allah di waktu –waktu yang mustajab?

20. Apakah anda telah membeli buku-buku islam untuk memahami islam? (Tentu dengan memilih buku-buku yang sesuai dengan pemahaman yang diikuti oleh para sahabat Nabi, karena banyak juga buku-buku Islam yang tersebar di pasaran justru merusak pemahaman Islam yang benar).

21. Apakah anda memintakan ampun kepada Allah untuk saudara-saudara mukminin dan mukminah? Karena dengan mendo’akan mereka anda mendapat kebaikan pula. (Shahih Al-Jami’ No. 5902)

22. Apakah anda telah memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat Islam?

23. Apakah anda telah memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat mata, telinga, hati dan segala nikmat lainnya?

24. Apakah hari ini anda telah bersedekah kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan?

25. Apakah anda dapat menahan amarah yang disebabkan karena urusan pribadi dan berusaha untuk marah karena Allah semata?

26. Apakah anda telah berusaha untuk selalu menjauhkan diri dari sikap sombong dan membanggakan diri?

27. Apakah anda telah mengunjungi saudara–saudara seiman dan seagama (ikhlas karena Allah semata)?

28. Apakah anda telah berdakwah untuk keluarga, saudara-saudara, tetangga, dan siapa saja yang yang ada hubungannya dengan diri anda?

29. Apakah anda termasuk orang yang berbakti kepada orang tua?

30. Apakah anda selalu mengucapkan Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun – Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya jika anda mendapat musibah dari Allah? Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaklah masing-masing kalian melakukan istirja’ (mengucapkan Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun) pada setiap hal meskipun ketika tali sandalnya putus karena hal itu termasuk musibah. (Hadits hasan, lihat Shahih Al-Kalimut Thayyib No. 140)

31. Apakah anda hari ini mengucapkan do’a: Allahumma Innii A’uudzubika an Usyrikabika wa Anaa A’lam wa Astaghfiruka Limaa laa A’lam – Ya allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahui dan aku memohon ampunan-Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui. (Shahih Al-Jami’ No. 3625). Barang siapa yang mengucapkannya maka Allah akan menjauhkan darinya dari syirik besar dan syirik kecil.

32. Apakah anda selalu berbuat baik kepada tetangga?

33. Apakah anda telah membersihkan hati dari sombong, riya, hasad dan dengki?

34. Apakah anda telah membersihkan lisan anda dari perkataan dusta, mengumpat, mengadu domba, berdebat kusir dan berbuat serta berkata yang tidak ada manfaatnya?

35. Apakah anda selalu takut kepada Allah dalam hal penghasilan, makanan, minuman dan pakaian?

36. Apakah anda selalu bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya di segala waktu atas segala dosa dan kesalahan?

Nasihat Cegah Maksiat

Berikut ini sepuluh nasihat Ibnul Qayyim rahimahullah untuk menggapai kesabaran diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat:

Pertama, hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakannya.

Kedua, merasa malu kepada Allah… Karena sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari pandangan Allah yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari betapa tinggi kedudukan Allah di matanya. Dan apabila dia menyadari bahwa perbuatannya dilihat dan didengar Allah tentu saja dia akan merasa malu apabila dia melakukan hal-hal yang dapat membuat murka Rabbnya… Rasa malu itu akan menyebabkan terbukanya mata hati yang akan membuat Anda bisa melihat seolah-olah Anda sedang berada di hadapan Allah…

Ketiga, senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu.
Apabila engkau berlimpah nikmat
maka jagalah, karena maksiat
akan membuat nikmat hilang dan lenyap
Barang siapa yang tidak mau bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan disiksa dengan nikmat itu sendiri.

Keempat, merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa hukuman-Nya

Kelima, mencintai Allah… karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang dikasihinya… Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya rasa cinta.

Keenam, menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya… Sebab perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan berbagai perbuatan maksiat…

Ketujuh, memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri… karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati…

Kedelapan, memupus buaian angan-angan yang tidak berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya, karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan memberikan manfaat apa-apa.

Kesembilan, hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya besarnya dorongan untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam perkara-perkara tadi. Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah… waktu senggang dan lapang yang dia miliki… karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan… sehingga apabila dia tidak disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan hal-hal yang berbahaya baginya.

Kesepuluh, sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-sebab di atas… yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati… Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat… dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah… Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah keliru.