Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muadzin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah.
Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Makah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abdud-dar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir Quraisy.
Ketika Makah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. 
Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.
Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci-maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.
Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. 
Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” 
Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ 
Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. 
Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas2.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Radhiyallahu ‘anhu. 
Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,

Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti


Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil


Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah

Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil


Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Makkah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. 
Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan adzan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan adzan (muadzin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan adzan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati… (Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. 
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. 
Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. 
Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Makkah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama “sang pengumandang panggilan langit”, Bilal bin Rabah. 
Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muadzin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan adzan dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat adzan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Makah.
Sementara Al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
Al-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”

Bilal menjadi muadzin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. 
Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”



Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan adzan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan.


Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.


Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari. 
Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan adzan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, Ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan adzan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” 
Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Radhiyallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.

Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan adzan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. 
Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan adzan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. 
Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. 



Bilal, “pengumandang seruan langit itu”, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat.

Radhiyallahu ‘
anhu. 

Rahasia Gerakan Shalat

1. NIAT SEMBAHYANG
- Fadhilatnya adalah untuk memelihara taubat kita dari dunia dan akhirat.

2. BERDIRI BETUL
- Fadhilatnya, ketika mati dalam meluaskan tempat kita di dalam kubur

3. TAKBIRATUL IKRAM
- Sebagai pelita yang menemani kita di dalam kubur

4. SURAH AL-FATIHAH
- Sebagai pakaian yang indah-indah di dalam kubur

5. RUKU'
- Sebagai tikar kita di dalam kubur

6. I'TIDAL
Akan memberi minuman air dari telaga al-Kauthar ketika di dalam kubur

7. SUJUD
- Memagar kita ketika menyeberangi titian Siratul Mustaqim

8. DUDUK ANTARA DUA SUJUD
- Menaun panji-panji nabi kita di dalam kubur

9. DUDUK ANTARA DUA SUJUD (AKHIR )
- Menjadi kenderaan kita ketika di padang Mahsyar

10. TAHHIYYAT AKHIR
- Penjawab bagi soalan yang dikemukakan oleh Mungkar dan Nangkir di dalam kubur

11. SELAWAT NABI
- Sebagai pendinding api neraka di dalam kubur

12. SALAM 
- Memelihara kita dalam kubur

13. TERTIB
- Akan pertemuan kita dengan Allah SWT

Memilih Nama untuk Anak

"Di hari Kiamat anda akan dipanggil menurut nama anda dan bapa anda, maka pakailah nama yang elok."( Hadis Riwayat Abu Daud ).

Rasulullah saw juga pernah bersabda: " Pakailah nama nabi-nabi."

Semasa hidup baginda Rasulullah saw, ada sebuah kejadian yang melibatkan nama. Pada suatu hari datang pemuda-pemuda untuk memerah susu unta. Seorang bernama Murrah ( pahit ) dan serang lagi bernama Yaaesy ( panjang umur ). Lantas baginda meminta Yaaesy untuk memerah susu unta.

Rasulullah saw juga pernah menukar nama yang didapati tidak elok. Abdullah bin Omar r.a mengatakan saudara perempuannya yang bernama Aasiyah ( tidak taat ) telah ditukarkan namanya kepada Jamilah ( cantik ). 

Zainab r.a pernah berkata bahawa nama lain yang diberikan kepadanya adalah Mirrah ( warak ). Namun Rasulullah saw bersabda: "Tuhan sahaja yang mengetahui siapa yang warak. Pakailah nama Zainab."

Rasulullah saw juga pernah menggesa seorang pemuda yang bernama Hazan ( sedih ) untuk menukar namanya kepada Sahal ( puas hati ).

Nama boleh mempengaruhi kehidupan seseorang. Maka dari itu, jauhkan lah dari nama-nama yang berbau syirik dan yang mencerminkan sifar bongkak dan angkuh.



SUMBER : 
KHAZANAH NAMA-NAMA ISLAM ( JABBAR IBRAHIM )

Jangan Sombong.....

Sebuah kapal karam di tengah laut karena terjangan badai dan ombak hebat.
Hanya dua orang lelaki yang bisa menyelamatkan diri dan berenang ke sebuah pulau kecil yang gersang. Dua orang yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, mereka berdua yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa.

Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat untuk membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah. Dan mereka tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut.
Doa pertama mereka panjatkan, mereka memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki ke satu melihat sebuah pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.
Seminggu kemudian, lelaki yang ke satu merasa kesepian dan memutuskan untuk berdoa agar diberikan seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal yang karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berenang dan terdampar di sisi tempat lelaki ke satu itu tinggal.
Sedangkan di sisi tempat tinggal lelaki ke dua tetap saja tidak ada apa-apanya. Segera saja, lelaki ke satu ini berdoa memohon rumah, pakaian, dan makanan.Keesokan harinya,seperti keajaiban saja, semua yang diminta hadir untuknya.
Sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya,lelaki ke satu ini berdoa meminta kapal agar ia dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu. Pagi harinya mereka menemukan sebuah kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja lelaki ke satu dan istrinya naik ke atas kapal dan siap-siap untuk berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan lelaki ke dua yang tinggal di sisi lain pulau. Menurutnya, memang lelaki kedua itu tidak pantas menerima berkah tersebut karena doa-doanya tak pernah terkabulkan.
Begitu kapal siap berangkat, lelaki ke satu ini mendengar suara dari langit menggema, “Hai, mengapa engkau meninggalkan rekanmu yang ada di sisi lain pulau ini?” “Berkahku hanyalah milikku sendiri, karena hanya doakulah yang dikabulkan,” jawab lelaki ke satu ini. “Doa lelaki temanku itu tak satupun dikabulkan. Maka,ia tak pantas mendapatkan apa-apa.” “Kau salah!” suara itu membentak membahana. “Tahukah kau bahwa rekanmu itu hanya memiliki satu doa.
Dan, semua doanya terkabulkan. Bila tidak, maka kau takkan mendapatkan apa-apa.”
“Katakan padaku,” tanya lelaki ke satu itu.
“Doa macam apa yang ia panjatkan sehingga aku harus merasa berhutang atas semua ini padanya?”
“Ia berdoa agar semua doamu dikabulkan!”
Kesombongan macam apakah yang membuat kita merasa lebih baik dari yang lain? Sadarilah betapa banyak orang yang telah mengorbankan segala sesuatu demi keberhasilan kita. Tak selayaknya kita mengabaikan peran orang lain, dan janganlah menilai seseorang atau sesuatu hanya dari “yang terlihat” saja.

Bercermin Diri

Tatkala kudatangi sebuah cermin, tampaklah sosok yang sudah sangat lama kukenal dan sangat sering kulihat. Namun aneh, sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang kulihat.
Tatkala kutatap wajah, hatiku bertanya : Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya dan bersinar indah di surga sana? Ataukah wajah ini yang hangus legam di neraka jahanam?
Tatkala kumetatap mata, nanar hatiku bertanya : Mata inikah yang akan menatap Allah, Rasulullah, dan kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang terbeliak, melotot, terburai menatap neraka jahanam? Apakah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini?
Tatkala kutatap mulut, apakah mulut ini yang kelak mendesah penuh kerinduan mengucap Laa Ilaaha Illallaah saat malaikat maut datang menjemput? Ataukah menjadi mulut yang menganga dengan lidah menjulur, dengan lengkingan jerit pilu yang akan mencopot sendi-sendi setiap yang mendengar? Ataukah mulut ini jadi pemakan buah zaqun jahanam yang getir, penghangus dan penghancur setiap usus? Apakah gerangan yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang? Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan? Berapa banyak hati yang remuk dengan sayatan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata semanis madu yang palsu yang engkau ucapkan untuk menipu? Berapa sering engkau berkata jujur? Berapa langkanya engkau dengan syahdu memohon agar Allah mengampunimu?
Tatkala kutatap tubuhku, apakah tubuh ini yang kelak menyala penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkerama di surga? Ataukah tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih dalam lahar neraka jahanam, terpasung tanpa ampun, menderita yang tak akan pernah berakhir? Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang telah engkau lakukan? Barapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan tanpa peduli, padahal engkau mampu? Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas?
Ketika kutatap hai tubuh, seperti apakah gerangan ini hatimu? Apakah ini hatimu sebagus kata-katamu, ataukah sekotor daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu, ataukah selemah daun-daun yang sudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu, ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu?
Betapa beda… betapa beda apa yang tampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Aku telah tertipu oleh topeng yang selama ini tampak.
Betapa banyak pujian yang terhampar.hanyalah memuji topeng.
Sedangkan aku… hanyalah seonggok sampah yang terbungkus.
Aku tertipu… aku malu ya Allah.
Ya Allah… selamatkan aku…
Amin yaa Rabbal ’alamin



(karya : Aa Gym)

Resep Awet Muda

Siapa yang tak mau berumur panjang? Untuk memperpanjang usia, berbagai macam cara dilakukan, mulai makan makanan bergizi, olah raga teratur hingga rekreasi yang menyenangkan jiwa. Sebenarnya ada cara mudah untuk membuat kita panjang umur. Berteman. Teman bukan hanya seseorang yang bisa diajak saling berbagi baik dalam keadaan susah ataupun senang, tetapi juga lebih dari itu.
Menurut sebuah penelitian, berteman ternyata dapat membuat hidup kita lebih panjang. Sebuah penelitian di Australia menemukan sebuah kelompok yang dihuni oleh teman-teman baik, lebih dari sekadar keluarga, menjadi faktor utama para orang lanjut usia bertahan hidup lebih lama.
Penelitian menyimpulkan hubungan yang erat dengan anak dan famili memiliki sedikit pengaruh pada tingkat ketahanan hidup selama lebih dari 10 tahun sementara hubungan yang erat dengan teman memiliki kesempatan bertahan jauh lebih baik. Mereka yang memiliki banyak teman dan hubungan mereka sangat kuat hidup lebih panjang dibanding mereka yang memiliki sedikit kawan.
Hal ini bisa terjadi karena teman memilik pengaruh yang besar pada kebiasaan seperti merokok, minum dan olahraga.Mungkin ini salah satu sebab kakek-nenek yang dititipkan di panti jompo bisa berumur lebih panjang ketimbang mereka yang ‘dikurung’ di sangkar emas tanpa teman berbagi.

Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, Itu bukan pilihan, itu kesempatan.
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan. Itupun adalah kesempatan. Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut. Bahkan dengan segala kekurangannya. Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi,
Itu adalah pilihan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain. Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu. Dan tetap memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan.
Perasaan cinta, simpatik, tertarik, Datang bagai kesempatan pada kita. Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan.
Berbicara tentang pasangan jiwa. Ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat :
“Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil”.
Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu. Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak…
Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita. Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita. Adalah pilihan yang harus kita lakukan. Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.

Yuk Menulis di Atas Pasir

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati tapi dengan tanpa berkata-kata dia menulis di atas pasir; HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, di mana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu; HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya bertanya, “Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?” Temannya sambil tersenyum menjawab, “Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin.”
Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik dengan pasangan, suami atau isteri, kekasih, adik atau kakak, kolega, dan lain-lain, karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah lalu. Manfaat positif dari continuous relationship mungkin sekali jauh lebh besar ketimbang kekecewaan masa lalu. Nobody’s perfect. Belajarlah menulis di atas pasir.

Menerima Apa Adanya

Seorang pelajar yang baru saja pulang dari medan perang menelepon orangtuanya di rumah. Orangtuanya begitu senang mendengar bahwa anaknya telah kembali. Mereka segera menyuruh pemuda itu untuk pulang ke rumah. Pemuda itupun sudah tidak sabar lagi rasanya untuk berkumpul kembali dengan keluarganya setelah berbulan bulan lamanya ia harus berada di negara lain untuk berperang.
Pemuda itu menanyakan pada orangtuanya apakah ia boleh membawa sahabatnya untuk tinggal bersama sama mereka. Orangtuanya setuju saja lagipula mereka masih punya satu kamar extra di rumah, satu orang tentunya tidak akan begitu merepotkan. ” tetapi sahabatku itu cacat Ia hanya memiliki satu lengan dan satu kaki saja “. Demikian si pemuda itu memberi penjelasan agar orangtuanya tidak terkejut nantinya.
Mendengar hal itu orangtuanya mengurungkan niatnya. Mereka mencoba memberi penjelasan pada putranya, “Tidakkah sebaiknya kita membawa temanmu itu ke panti perawatan korban perang? Kita akan kerepotan mengurus segala keperluannya nantinya. Sudahlah, sebaiknya kamu segera pulang saja. kami sudah sangat merindukanmu. Besok pagi kami akan segera menjemputmu. Dimana kamu tinggal sekarang?”. mendengar jawaban orangtuanya, pemuda itu memberikan alamat hotelnya dan menutup telepon dengan kecewa.
Keesokan harinya orangtua pemuda itu menjemputnya di Hotel dan menemukan kabar bahwa pemuda itu telah bunuh diri dengan cara menjatuhkan dirinya lewat jendela. Setelah melihat mayat putranya,betapa hancur hati mereka mengetahui bahwa ternyata putranya itu hanya memiliki satu Lengan dan satu Kaki.
Seringkali kita lupa bahwa mengasihi adalah menerima diri orang lain SEUTUHNYA tanpa syarat. Mengasihi suami bukanlah hanya pada saat dirinya begitu gagah dan mapan dengan pekerjaan yang menjanjikan. Mengasihi isteri adalah menerima dirinya apa adanya dengan kondisi fisik seperti apapun. Mengasihi anak adalah bisa memuji dan memberinya semangat sekalipun kemampuannya jauh di bawah rata rata anak seumurannya. Mengasihi Orangtua adalah bangga memiliki mereka sekalipun mereka bukan orangtua yang sempurna. MENGASIHI ADALAH MENERIMA ORANG LAIN APA ADANYA.

Anugerah-Mu Yaa Rabb

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan, bahwa kelebihanku hanya titipanNya, bahwa rumahku hanya titipanNya, bahwa hartaku hanya titipanNya, bahwa keluargaku hanya titipanNya.
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa Dia menitipkan ini padaku? Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk miliknya ini? Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku? Mengapa hatiku justru merasa berat, ketika titipan itu diminta kembali olehnya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah, kusebut itu sebagai ujian, kusebut sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua ”derita” adalah hukuman bagiku, seolah keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti matematika: aku rajin beribadah, maka selayaknya derita jauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas ”perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tidak sesuai dengan keinginanku.
Gusti,
Padahal setiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
”Ketika langit bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja” (WS Rendra)

Jangan Singkirkan Kado yang Tidak Kita Suka

Tak ada orang yang bisa menyenangkan semua orang. Terkadang atau mungkin sering, kita menerima kado yang tidak kita suka. Lalu, hendak kita apakan hadiah yang tak berkenan di diri kita itu? Bingung? Untuk berkompromi dengan pemberian yang tak sesuai dengan selera kita, ada sejumlah saran.
1. Tanamkanlah rasa terima kasih di diri kita, lepas dari kita suka atau tidak akan hadiah itu. Hargailah si pemberi yang sudah mencurahkan perhatian serta membelanjakan waktu dan uangnya untuk kita, seburuk apapun seleranya.
2. Camkanlah bahwa pemilihan yang dilakukan oleh si pemberi atas barang itu bersifat sangat subyektif, bergantung kepada cita rasa pribadinya.
3. Kado itu dari siapa? Kalau yang memberinya orang-orang tersayang kita, seperti anak atau kakek-nenek kita, pertahankanlah hadiah tersebut karena alasan sentimentalnya. Kita kan tak akan mati cuma gara-gara sekali-sekali mengenakan sweater bergambar teddy bear demi menyenangkan hati mereka?
4. Jangan menghadiahi lagi pemberian yang kita tidak suka kepada orang-orang lain yang kita sayangi. Lebih baik anda menyumbangkannya dalam rangka aksi amal.
5. Namun, yang lebih penting dari semua itu, bagaimanapun cara kita menyingkirkan kado itu, kita akan mengguncang si pemberi ketika ia tahu. Betapa tidak? Ia merasa telah membuat sebuah pilihan yang bagus. Seberapa sih kita rugi kalau mendapat sesuatu yang bukan kesukaan kita, dibandingkan dengan jika kita menimbulkan masalah dan membuat sakit hati si pemberi?

Mengeluh.....

Hari ini sebelum kita mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak bisa berkata-kata sama sekali.
Sebelum kita mengeluh tetang rasa dari makanan kita, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
Sebelum kita mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.
Sebelum kita mengeluh bahwa Anda mungkin buruk, pikirkan tentang seseorang yang ada pada tingkat yang terburuk dalam hidupnya.
Sebelum kita mengeluh tentang pasangan kita, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepaada Tuhan untuk diberikan teman hidup.
Hari ini…
Sebelum kita mengeluh tentang hidup kita, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat. Banyakkan belakangan ini teman-teman kita yang masih begitu muda… Lah kok meninggalnya cepat sekali.
Sebelum kita mengeluh tentang anak-anak, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tapi dirinya mandul.
Sebelum kita mengeluh tentang rumah kita yang kotor karena pekerja rumah tangga tiodak mengerjakan tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal di jalanan.
Sebelum kita mengeluh tentang jauhnya kita telah menyetir mobil, pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan.
Dan…
Disaat kita lelah dan mengeluh tentang pekerjaan kita, pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat, yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti kita.
Sebelum kita menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa.
Beberapa kali saya pernah ditanya oleh seseorang, mungkin Anda pernah tahu bahwa dalam kehidupan saya yang dulu. Saya pernah mengalami sebuah penyakit yang hampir-hampir saja membuat saya tidak ketemu Anda hari ini.
Kemudian banyak orang bertanya, kenapa bisa bertahan? Karena saya tertawa. Saya banyak tertawa. Mungkin saat itu banyak orang yang tidak tahu bahwa saya sakit.
Oh… tertawa itu menyembuhkan
Iya… tertawa itu menyembuhkan. Dan saya selalu mengatakan, ”Saya melihat banyak orang yang sakit jauh lebih parah dari saya dan mereka bertahan. Dan saya mengambil pelajaran yang luar biasa dari kehidupan itu”.
Jadi kalau Anda hanya pilek atau kesleo, atau sakit lutut biasa saja, tapi Anda mengeluh saja dengan hidup Anda. Mungkin, Insyaallah… Anda akan meninggal lebih dulu dari pada orang yang sakit jauh lebih berat dari Anda.
Berhentilah mengeluh. Hidup itu luar biasa. Hidup itu indah.
Dan nikmatilah anugerah hidup yang hari ini Anda dapatkan di depan mata Anda.

Hal yang Kita Alami Selama Ini

Hal yang sangat menyedihkan adalah saat kau jujur pada temanmu, dia berdusta padamu. Saat dia telah berjanji padamu, dia mengingkarinya. Saat kau memberikan perhatian, dia tidak menghargainya.
Hal yang sangat menyakitkan adalah saat kau mengirimkan e-mail pada temanmu, dia menghapus tanpa membacanya. Saat kau membutuhkan jawaban dari e-mailmu, dia tidak menjawab dan mengacuhkannya. Saat bertemu dengannya dan ingin menyapa, dia pura-pura tidak melihatmu. Saat kau mencintainya dengan tulus tapi dia tidak mencintamu. Saat dia yang kau sayangi tiba-tiba memutuskan hubungannya denganmu.
Hal yang sangat mengecewakan adalah kau dibutuhkan hanya pada saat dia dalam kesulitan. Saat kau bersikap ramah, dia terkadang bersikap sinis padamu. Saat kau butuh dia untuk berbagi cerita, dia berusaha untuk menghindarimu.
Jangan pernah menyesali atas apa yang terjadi padamu. Sebenarnya hal-hal yang kau alami sedang mengajarimu.
Saat temanmu berdusta padamu atau tidak menepati janjinya padamu atau dia tidak menghargai perhatian yang kau berikan. Sebenarnya dia telah mengajarimu agar kau tidak berprilaku seperti dia.

Saat temanmu menghapus e-mail yang kau kirim sebelum membacanya atau saat bertemu dengannya dan ingin menyapa, dia pura2 tidak melihatmu. Sebenarnya dia telah mengajarkanmu agar tidak berprasangka buruk dan selalu berpikiran positif bahwa mungkin saja dia pernah membaca e-mail yang kau kirim, atau mungkin saja dia tidak melihatmu.
Dan saat dia tidak menjawab e-mailmu, sebenarnya dia telah mengajarkanmu untuk menjawab e-mail temanmu yang membutuhkan jawaban walaupun kau sedang sibuk dan jika kau tidak bisa menjawabnya katakan kalau kau belum bisa menjawabnya jangan biarkan e-mailnya tanpa jawaban karena mungkin dia sedang menunggu jawabanmu.
Saat kau mencintainya dengan tulus tapi dia tidak mencintaimu atau dia yang kau sayangi tiba2 memutuskan hubungannya denganmu sebenarnya. Dia sedang mengajarimu untuk menerima rencanaNya.
Saat kau bersikap ramah tapi dia terkadang bersikap sinis padamu, sebenarnya dia sedang mengajarimu untuk selalu bersikap ramah pada siapapun.
Saat kau butuh dia untuk berbagi cerita, dia berusaha untuk menghindarimu. Sebenarnya dia sedang mengajarimu untuk menjadi seorang teman yang bisa diajak berbagi cerita, mau mendengarkan keluhan temanmu dan membantunya.
Bila kau dibutuhkan hanya pada saat dia sedang dalam kesulitan, sebenarnya juga telah mengajarimu untuk menjadi orang yang arif dan santun, kau telah membantunya saat dia dalam kesulitan.
Begitu banyak hal yang tidak menyenangkan yang sering kau alami atau bertemu dengan orang-orang yang menjengkelkan, egois dan sikap yang tidak mengenakkan. Dan betapa tidak menyenangkan menjadi orang yang dikecewakan, disakiti, tidak dipedulikan/dicuekin, tidak dihargai, atau bahkan mungkin dicaci dan dihina.
Yang paling berharga adalah.Sebenarnya orang2 tsb. sedang mengajarimu untuk melatih membersihkan hati dan jiwa, melatih untuk menjadi orang yang sabar dan mengajarimu untuk tidak berprilaku seperti itu.
Mungkin Tuhan menginginkan kau bertemu orang dengan berbagai macam karakter yang tidak menyenangkan sebelum kau bertemu dengan orang yang menyenangkan dalam kehidupanmu dan kau harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia itu yang telah mengajarkan sesuatu hidupmu.

Kopi Asin

Laki-laki itu datang ke sebuah pesta, meskipun penampilannya tidak jauh berbeda dengan laki-laki lain yang datang. Namun kelihatannya tidak seorangpun tertarik padanya, ia lalu memperhatikan seorang gadis yang dari tadi dikelilingi banyak orang. Di akhir pesta itu ia memberanikan diri mengundang gadis itu untuk menemaninya minum kopi.
Karena kelihatannya laki-laki itu menunjukkan sikap yang sopan, gadis itu pun memenuhi undangannya. Mereka berdua kini duduk di sebuah warung kopi. Warung kopi yang enak…
Begitu gugupnya laki-laki itu sehingga ia tidak tahu bagaimana memulai sebuah percakapan. Tiba-tiba ia berkata kepada pelayan ”Dapatkah engkau memberiku sedikit garam untuk kopiku”. Dan seketika orang yang berada disekitarnya memandang keheranan. Wajahnya merah seketika, tetapi ia tetap memasukkan garam itu ke dalam kopinya lalu meminumnya…..
Penuh rasa ingin tahu gadis yang duduk dihadapannya bertanya ”Bagaimana kau bisa mempunyai hobi yang aneh ini?”. Dan laki-laki itupun menjawab ”Ketika aku masih kecil, aku hidup dekat laut. Aku suka bermain-main di laut. Jadi aku tahu rasanya air laut, asin seperti rasa kopi asin ini. Sekarang setiap kali aku minum kopi asin ini aku terkenang akan masa kecilku, tentang kampung halamanku. Aku merindukan kampung halamanku, aku merindukan orang tuaku yang tetap hidup di sana”. Ia mengatakan itu sambil bercucuran air mata. Kelihatannya ia sangat tersentuh.
Gadis itu berfikir, apa yang diceritakan laki-laki tersebut adalah ungkapan isi hati yang terdalam.
Orang yang mau menceritakan kerinduan akan rumahnya adalah orang yang setia. Peduli akan rumah dan bertanggung jawab terhadap seisi rumahnya. Maka gadis itupun mulai bercerita tentang kampung halamannya yang jauh, masa kecilnya dan keluarganya.
Singkat cerita mereka pun berteman dekat dan gadis itu menemukan semua yang ia inginkan dalam diri laki-laki tersebut. Laki-laki itu begitu toleransi, baik hati, hangat dan penuh perhatian. Ia adalah laki-laki yang sangat baik. Sehingga ia selalu merindukannya. Kemudian ia pun menikah dan hidup bahagia.
Kini gadis setiap kali membuatkan kopi asin untuk suaminya. Ia tahu suaminya sangat suka kopi asin. Sesudah 40 tahun menikah suaminya meninggal. Ia meninggalkan surat kepada istrinya.
”Sayangku, maafkan aku. Maafkan kebohonganku selama hidup. Inilah satu-satunya kebohonganku kepadamu yaitu tetang kopi asin. Ingatkah engkau pertama kali bertemu dan berpacaran. Saat itu aku begitu gugup untuk memulai pecakapan kita. Karena kegugupanku, aku akhirnya meminta garam padahal yang aku maksud adalah gula. Selama hidupku banyak sekali aku mencoba mengatakan pada hal yang sebenarnya. Sebagaimana aku telah berjanji, aku tidak akan pernah berbohong kepadamu untuk apapun juga. Tetapi aku tidak sanggup mengatakannya. Kini aku sudah mati. Aku tidak takut lagi, maka aku memutuskan untuk mengatakan kebenaran ini kepadamu bahwa aku tidak suka kopi asin, rasanya aneh dan tidak enak. Selama hidupku aku baru meminum kopi asin sejak aku mengenalmu.
Meski begitu aku tidak pernah menyesal untuk apapun yang aku lakukan untukmu. Memiliki engkau merupakan kebahagian terbesar yang pernah aku miliki selama hidupku. Jika aku dapat hidup untuk kedua kalinya, aku tetap ingin mengenalmu dan memilikimu selamanya meskipun aku harus meminum kopi asin lagi.
Air mata wanita itu membasahi surat yang dibacanya. Suatu hari seseorang bertanya kepadanya, bagaimana rasanya kopi asin itu? Dan ia menjawab sangat enak.
————————–
“Kita selalu berfikir bahwa kita sudah mengenal pasangan kita lebih dari orang lain mengenal mereka. Tapi mungkin saja ada hal-hal tertentu yang tidak ketahui. Dimana pasangan kita telah rela meminum kopi asin dengan membuang ego, kesombongan, kesenangan dan hobinya untuk menjaga keharmonisan hubungan kita dengan dia.
Begitulah caranya mengasihi dan mencintai. Bukan menuntut, tetapi berkorban. Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri tetapi kepentingan orang lain juga diperhatikan. Membuang kebencian dan mengasihi lebih lagi. Menyebabkan rasa garam lebih enak dari rasa gula”.

Aku Memilihnya...............

Sebuah kado bagi yang sudah menikah.....
Semoga mensyukuri kehidupan pernikahan
Menjelang istirahat suatu kursus pelatihan, sang pengajar mengajak para peserta untuk melakukan suatu permainan. “Siapakah orang yang paling penting dalam hidup Anda?”
Pengajar meminta bantuan seorang peserta maju ke depan kelas. ” Silakan tulis 20 nama yang paling dekat dengan kehidupan Anda saat ini”. Peserta perempuan itu pun menuliskan 20 nama di papan tulis. Ada nama tetangga, teman sekantor, saudara, orang-orang terkasih dan lainnya.
Kemudian pengajar itu menyilakan memilih, dengan mencoret satu nama yang dianggap tidak penting. Lalu siswi itu mencoret satu nama, tetangganya. Selanjutnya pengajar itu menyilakan lagi siswinya mencoret satu nama yang tersisa, dan siswi itu pun melakukannya, sekarang ia mencoret nama teman sekantornya. Begitu seterusnya.
Sampai pada akhirnya di papan tulis hanya tersisa 3 nama. Nama orang tuanya, nama suami serta nama anaknya.
Di dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi. 
Semua peserta pelatihan mengalihkan pandangan ke pengajar. Menebak-nebak apa yang selanjutnya akan dikatakan oleh pengajar itu. Ataukah, selesai sudah tak ada lagi yang harus di pilih.
Namun dikeheningan kelas sang pengajar berkata :
“Coret satu lagi !!”
Dengan perlahan dan agak ragu siswi itu mengambil spidol dan mencoret satu nama. Nama orang tuanya.
“Silakan coret satu lagi !”
Tampak siswi itu larut dalam permainan ini. Ia gelisah. Ia mengangkat spidolnya tinggi – tinggi dan mencoret nama yang teratas dia tulis sebelumnya. Nama anaknya.
Seketika itupun pecah isak tangis di kelas. Setelah suasana sedikit tenang, pengajar itu lalu bertanya :
“Orang terkasih Anda bukan orang tua dan anak Anda? Orang tua yang melahirkan dan membesarkan Anda. Anda yang melahirkan anak. Sedang suami bisa dicari lagi. Mengapa Anda memilih sosok suami sebagai orang yang paling penting dan sulit dipisahkan?”
Semua mata tertuju pada siswi yang masih berada di depan kelas. Menunggu apa yang hendak dikatakannya.
”Waktu akan berlalu, orang tua akan pergi meninggalkan saya. Anakpun demikian. Jika ia telah dewasa dan menikah, ia akan meninggalkan saya juga. Yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya”.